Intermezzo
Mukidi, Cerita Lucunya Sedang Tren Dikalangan Netizen
Cerita Lucu Mukidi - Ya, Mukidi ... belakangan namanya heboh dan viral dimanapun. Khususnya di kalangan para Netizen. Tapi, siapa sebenarnya Mukidi ini?
Mukidi adalah tokoh fiktif karangan seseorang, jadi bukan nama seseorang asli didunia nyata ya. Dan di blog CERITAMUKIDI, pengarangnya menuliskan begini :
Mukidi berasal dari Cilacap. tipikal orang yang biasa saja, tidak terlalu alim, mudah akrab dengan siapa saja. Punya karir tapi kadang-kadang bisa menjadi apa saja. Istrinya Markonah, juga punya karir tapi tidak terlalu istimewa. Anak mereka 2 orang, Mukirin yang sudah remaja dan Mukiran yang masih duduk di bangku SD. Sahabatnya adalah Wakijan.Menuru Info dari Republika.co.id, Mukidi adalah tokoh yang diciptakan oleh seorang lelaki asal Purwokerto yang bernama Soetantyo, yang memang sudah sejak lama membuat cerita dengan tokoh imajinasinya dengan nama Mukidi itu.
Soetantyo, pencipta tokoh mukidi |
Mau tahu seperti apa Cerita Mukidi? ini dia ...
Kumpulan Cerita Mukidi (Lucu, Menggelitik dan Penuh Nasihat)
1. Mukidi Meninggal
Suatu malam arwah mukidi datang kerumahArwah Mukidi : “TOK TOK TOK…”
Istri Mukidi : “siapa diluar?”
Arwah Mukidi : “nih suami mu”
Istri Mukidi : “kok balik lagi kan udah mati.”
Arwah Mukidi : “aku mau bicara”
Istri Mukidi : “ga ah takut kan udah mati.”
Arwah Mukidi : “serius ini penting”
Istri Mukidi : “kalo udah mati, mati aja jangan ganggu aku lagi.”
Arwah Mukidi : “aku mau bicara biarpun cuma 1 menit.”
Istri Mukidi : sambil buka pintu isteri Mukidi bertanya, “mau bilang apa sih?”
Arwah Mukidi : “Ciye..ciyee janda NI’YEE…”
Istri Mukidi : Dasar Setan Mukidiiii…
2. Kursi Roda
Mukidi masuk ke bar. Belum sampai di meja bar, dia melihat seorang bapak tua terduduk di lantai.
Mukidi menolongnya berdiri. Tidak berhasil. Pak tua itu seolah-olah tanpa tulang. Dicobanya sekali lagi, lagi-lagi pak tua tadi menggelosor ke lantai.
“Wah mabok berat rupanya.” Pikir Mukidi. Diapun mulai memesan minum. Setelah selesai minum, dia menghampiri pak tua malang tadi yang masih posisi seperti semula.
Dikeluarkan dompet milik pak tua, kemudian dicari KTPnya, lantas Mukidi yang baik ini mengantar pulang ke rumahnya sesuai alamt di KTP.
Di depan pintu rumahnya dia berusaha menegakkan pak tua tadi, tetapi ya itu tadi nggelosor lagi, nggelosor lagi…..
Setelah menekan bel, seorang wanita yang mungkin isterinya membukakan pintu.
“Apakah betul ini rumah pak Tarbok?” tanya Mukidi.
Wanita itu mengangguk. “Syukurlah.” Gumam Mikidi.
”Anda baik sekali sudah menolong suami saya pulang ke rumah. Tapi ngomong-ngomong, mana kursi rodanya?” tanya Wanita kepada Mukidi.
3. The Party
Pak Martokapiran yang hidup menduda sejak ditinggal istrinya, merasa tertolong dalam mengolah tanah perkebunannya.
ketika Mukidi, seorang mahasiswa pertanian yang sedang KKN memberikan penyuluhan dan bantuan pada musim tanam.
Menjelang akhir tugasnya, pak Marto bicara pada Mukidi: “Nak Mukidi, saya berterimakasih sekali sudah dibantu mengolah tanah saya, juga terimakasih sudah diberi penyuluhan. Untuk itu saya akan mengadakan pesta perpisahan untuk-mu.” katanya.
“Terimakasih banyak pak,” Mukidi gembira, “jangan repot-repot.” Lanjut Mukidi.
“Asal kamu kuat minum saja,” kata pak Marto, “soalnya aku akan menyediakan banyak bir.”tambahnya.
“Ah bapak tahu saja,” jawab Mukidi, “kebetulan selama disini tidak setetespun alkohol masuk kerongkongan saya.” Tambah Mukidi
“Lalu ada gulat,” kata pak Marto lagi, “kuharap ototmu cukup kuat.”
“Jangan kuatir pak,” jawab Mukidi walaupun sebenarnya gak faham maksud gulat yang dikatakan Pak Marto,
“selama disini fisik saya terlatih sangat baik.” Tambah Mukidi
Pak Marto tertawa, “kau pasti juga suka sex bukan?”
Mukidi nyengir, bayangan gadis-gadis desa yang masih ranum dan lugu berputar-putar di kepalanya. Pikirannya mulai ngeres.
“Ngomong-ngomong saya harus pakai baju apa pak?” tanya Mukidi sumringah.
“Terserah, apa saja yang kau suka, mau pakai batik boleh, pakai jins juga boleh “ jawab pak Marto, “wong pestanya cuman kita berdua koq….” kata pak Marto.
4. Mealstone
Seorang pria sok akrab tiba-tiba mendekati Mukidi sambil mengulurkan tangan:
“Loh, kamu kan… aduuuuh sudah berapa tahun gak ketemu ya?”
“Mukidi.” Mukidi menjawab lalu menerima uluran tangan pria misterius tadi sambil berpikir keras.
“Ya… ya Mukidi… aduuuh masa lupa sih? Sungib… Sungib teman SMP, masih ingat Tasripin, Kamid, Wartam….” Mukidi masih bingung tapi asal mengangguk gak apalah pikirnya, sambil mengingat-ingat nama-nama aneh itu.
“Wah, sudah hampir Maghrib nih, kita buka bersama yuk?” ajak teman barunya itu. “Aku… eh sebetulnya mau buru-buru pulang..” Mukidi pura-pura menolak… “Ayolah sekalian bernostalgia.” Mukidi yang lagi bokek ikut aja ke warung Padang, lagi pula sejak kasus daging sapi impor dia sudah tidak pernah makan dendeng balado.
Setelah adzan berkumandang, mereka menikmati takjil gratis lalu apa saja yang didekatnya diembat, Mukidi tidak lupa pesan jus duren. Dia sudah lupa menanyakan jati diri temannya tadi.
“Ayo Di sikat saja…” Sungib juga tak kalah beringas mengambil lauk di hadapannya. beberapa saat kemudian dia berhenti: “eh ngomong-ngomong aku ke mushola dulu ya, nanti gantian. Kamu terusin makan aja, habiskan jusmu.” Mukidi mengangguk.
Sungib yang rupanya ahli ibadah itu rupanya lama juga di mushola sudah lebih 30 menit. Mukidi sudah khawatir kehabisan waktu Maghrib.
“Uda,” dia memanggil pelayan, “musholanya di sebelah mana?”
“Wah gak ada mushola pak, adanya masjid 50m dari sini…”
“Teman saya tadi mana?”
“Teman yang mana pak?”
5. Beggar
Sore itu Mukidi menemani istri dan anaknya berbelanja kebutuhan lebaran. Selesai berbelanja mereka menuju ke tempat parkir mal, tangan-tangan mereka sarat dengan kantong plastik belanjaan.
Baru saja mereka keluar seorang wanita pengemis bersama seorang putri kecilnya menengadahkan tangan kea rah Markonah: “Bu, minta sedekah.” katanya.
Markonah kemudian membuka dompetnya lalu menyodorkan selembar Rp.1000 an.
Setelah pengemis itu menerima pemberianny, ia tahu kalau jumlahnya tidak cukup untuk makan berdua anaknya. Dia lalu member istarat dengan mengunc upkan jari-jarinya di arahkan ke mulutnya, kemudian ia memegang kepala anaknya dan sekali lagi ia mengarahkan jari-jari yang terkuncup itu ke arah mulutnya. Seolah ia berkata, “Aku dan anakku ini sudah berhari-hari tidak makan, tolong beri kami tambahan sedekah untuk bisa membeli makanan.”
Markonah membalasnya dengan isyarat pula dengan gerak tangan seolah berkata, “Tidak… tidak, aku tidak akan menambahkan sedekah untukmu!” sambil berjalan bersama anaknya membeli ta’jil untuk berbuka, sementara Mukidi berjalan ke ATM center guna mengecek saldo rekeningnya. Ternyata gaji bulan ini plus THR sudah masuk. Ia tersenyum melihat jumlah saldonya, lalu menarik beberapa juta rupiah dan ia menyiapkan bonus Rp. 10 ribu, untuk pengemis tadi. Diberikannya uang Rp 10 ribu itu kepada si pengemis.
“Alhamdulillah… Alhamdulillah… Alhamdulillah… Terima kasih tuan! Semoga Allah memberikan rezeki berlipat untuk tuan dan keluarga. Semoga Allah memberi kebahagiaan lahir dan batin untuk tuan dan keluarga. Diberikan karunia keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Rumah tangga harmonis dan anak-anak yang shaleh dan shalehah. Semoga tuan dan keluarga juga diberi kedudukan yang terhormat kelak nanti di surga…!”
Mukidi tidak menyangka akan mendengar respon yang begitu mengharukan. Mukidi mengira bahwa pengemis tadi hanya akan berucap terima kasih saja. Namun, apa yang diucapkan oleh wanita pengemis tadi sungguh membuat Mukidi terpukau dan membisu. Apalagi tatkala sekali lagi ia dengar wanita itu berkata kepada putri kecilnya, “Nak, alhamdulillah akhirnya kita bisa makan juga…!”
Hati Mukidi berdegupr kencang. Rupanya wanita tadi sungguh berharap tambahan sedekah agar ia dan putrinya bisa makan. Sejurus kemudian mata Mukidi membuntuti kepergian mereka berdua yang berlari menyeberang jalan, lalu masuk ke sebuah warung Tegal untuk makan di sana.
Mukidi masih terdiam dan terpana di tempat itu.
“Ada apa mas?” Tanya Markonah.
“Aku baru saja menambahkan sedekah kepada wanita tadi sebanyak Rp. 10 ribu!”
Markonah hampir tidak setuju, namun Mukidi melanjutkan kalimatnya: “Bu… kamu tahu, saat menerima uang itu ia berucap hamdalah berkali-kali seraya bersyukur kepada Allah. Tidak itu saja, ia mendoakan aku, mendoakan dirimu, anak-anak dan keluarga kita. Panjaaaang sekali doanya. Dia hanya menerima karunia dari Allah SWT sebesar 10 ribu saja sudah sedemikian hebatnya bersyukur, padahal ketika aku melihat saldoku di ATM jumlah saldo kita ribuan kali lipat. dan aku hanya mengangguk-angguk tersenyum. Aku lupa bersyukur, aku malu kepada Allah! Pengemis itu hanya menerima Rp. 10 ribu dan begitu bersyukurnya kepada Allah, berterimakasih kepadaku. Kalau memang demikian, siapakah yang pantas masuk ke dalam surga Allah?”
6. Cinta Kasih
Seorang Kyai pulang dari mengumpulkan ranting² pohon di gunung daerah benda Sirampog, diperjalanan pulang berjumpa seorang Pemuda bernama mukidi yang baru saja menangkap seekor Kupu² digenggaman tangannya.
Mukidi berkata kepada Kyai
"Wahai Kyai, bagaimana kalau kita main tebak-tebakan??
Bagaimana tebak2an nya ? tanya sang kyai.
Coba tebak, kupu² dalam genggamanku ini hidup atau mati ?
Kalau anda salah tebak, sepikul ranting itu jadi milikku. jawab mukidi
Sang Kyai setuju, lalu menebak, " Kupu² didalam genggamanmu itu mati"
Mukidi tertawa ngakak hahahaha, kyai anda Salah, sambil membuka genggamnya, kupu² itu pun terbang pergi.
Sang Kyai berkata, "Baiklah, ranting ini milikmu". habis itu sang Kyai menaruh pikulan rantingnya dan pergi dengan gembira.
Mukidi tidak mengerti kenapa sang Kyai begitu gembira,,,,, ckckck aneh pikir mukidi
Sejurus kemudian mukidi yg mendapat sepikul ranting pohon, dia dengan gembira membawanya pulang.
Di rumah, Ayah mukidi bertanya soal asal muasal sepikul ranting pohon itu.
Lalu mukidi dengan bangga menceritakan kisah sesungguhnya.
Ayahnya marah setelah mendengar cerita mukidi, sambil berkata, "Kamu mengira kamu benar² menang !!?
Kamu salah ... Sebenarnya kamu salah , tapi tidak mengetahui bagaimana salahnya.
Mukidi bingung 360 keliling,
Si ayah memerintahkan anaknya memikul rantingnya, berdua mereka mengantarkan kayu itu ke tempat sang Kyai itu dan meminta maaf kepada Kyai.
Sang Kyai hanya mengangguk kepalanya sambil tersenyum tanpa bilang apapun
Dalam perjalanan pulang, mukidi bertanya soal ketidak mengertiannya kepada Ayahnya.
Si Ayah menarik napas panjang dan menerangkannya,
Kyai itu sengaja bilang kalau kupu² itu sudah mati, baru kamu mau melepaskan kupu² itu, sehingga kamu menang.
Kalau Kyai itu bilang kupu² itu hidup, kamu pasti meremas kupu² dalam genggamanmu hingga mati, juga kamu yang menang.
Kamu mengira Kyai itu tidak mengetahui kelicikanmu ?
Beliau merelakan sepikul ranting pohon, tapi memenangkan CINTA KASIH
7. Mukidi lapar
Mukidi masuk ke sebuah rumah makan. Ia memesan ayam goreng. Tak lama kemudian seekor ayam goreng utuh tersaji. Baru saja Mukidi hendak memegangnmya, seorang pelayan datang tergopoh-gopoh.
"Maaf mas, kami salah menyajikan. Ayam goreng ini pesanan bapak pelanggan yang di sana", kata pelayan sambil menunjuk seorang pria berbadan kekar dan berwajah sangar.
Akan tetapi karena sudah terlanjur lapar, Mukidi ngotot bahwa ayam goreng itu adalah haknya. Pria bertampang preman itu segera menghampiri meja Mukidi dan menggertaknya.
"AWAS kalau kamu berani menyentuh ayam itu...!!! Apapun yang kamu lakukan kepada ayam goreng itu, akan aku lakukan kepadamu. Kamu potong kaki ayam itu, aku potong kakimu. Kamu putus lehernya, aku putus lehermu..!!!"
Mendengar ancaman seperti itu, Mukidi hanya tersenyum sinis sambil berkata,"Silahkan! siapa takut?"
Lalu Mukidi segera mengangkat ayam goreng itu dan menjilat pantatnya... hehehe
0 komentar